Selasa, 06 April 2010

Perilaku Buruk Anak dan Kiat Mengatasinya

Pada umumnya, empat bulan pertama kehadiran seorang anak merupakan masa manis penuh madu bagi orangtua. Mulai bulan kelima dan seterusnya banyak orangtua yang mulai menghadapi masalah dengan buah hatinya. Mereka mulai mengeluh mengenai anaknya yang sulit makan, kebiasaan tidur jauh malam atau terbangun tengah malam. Mereka pun mulai melihat tanda-tanda bahwa si kecil amat lekat dan menangis bila ditinggal meski hanya sekejap.
Pada tahun kedua ada anak yang tampak sangat pemalu, perlu waktu lama untuk dapat bersikap wajar dalam lingkungan baru, terlihat takut atau tak mau berkenalan dengan orang lain. Perkembangan kemampuan berbahasa pada anak usia ini pun tampak pesat. Kosa katanya cukup banyak. Anak juga makin terdorong menjelajahi lingkungannya dan mobilitas anak seringkali meninggalkan masalah untuk orangtua.
Memasuki tahun ketiga, si kecil mulai banyak aktivitas fisiknya. Ia mulai terampil melakukan berbagai hal sendiri serta mulai mampu menunjukkan independensinya. Seakan, ia sudah memiliki kemampuan sendiri, mau mencoba berbagai hal sendiri, dan seringkali enggan diberi petunjuk. Kadangkala, dalam interaksi sosial dengan orang lain anak menunjukkan tingkah laku yang mengkhawatirkan. Ia seakan berubah dari anak manis menjadi anak yang suka menentang, tidak mau menurut, tidak mau berbagi, sulit diberitahu dan suka memaksakan kehendak. Mau menang sendiri, suka ngambek, mengamuk atau pun bertindak agresif. Banyak pula orangtua yang kewalahan menghadapi si tiga tahunnya terlalu banyak bertanya, banyak bergerak tak kenal lelah dan sering bersikeras mengenai banyak hal.
Bila semua tingkah laku anak di usia dini dapat ditanggapi orangtua dengan tepat, maka tahun-tahun selanjutnya akan menjadi tahun-tahun yang relatif tenang. Usia empat lima tahunan anak sudah cukup mampu melakukan banyak hal tanpa bantuan orangtua. Masalah yang dihadapi orangtua pun biasanya berkaitan dengan kegiatan baru bagi anak yaitu bersekolah. Keberhasilan anak bersekolah tergantung pada keterampilan sosial dan emosinya.
Keterampilan sosial dan emosi berperan penting dalam pergaulan, dan dapat berkembang melalui berbagai kegiatan yang memberi kesempatan anak berinteraksi dengan teman sebaya dan orang dewasa lain selain orangtunya. Di usia pra sekolah biasanya orangtua dan para guru mendapat masalah yang berkaitan dengan perkembangan sosio-emosional anak. Anak yang pemalu, mudah tersinggung, tidak pandai berteman, perlu ditemani terus, menuntut untuk selalu diperhatikan atau diutamakan, suka memukul teman, agresif, tidak mau bersekolah, hampir selalu dijumpai di Taman Kanak-kanak manapun.
Begitupula di lingkungan rumah, cukup banyak orangtua yang mengeluhkan perilaku pra sekolahnya karena masih suka ngompol, tidak berani tidur sendiri, galak, suka bertengkar dengan kakak/adiknya, bossy, selalu minta dilayani, dsb.
Gejala tingkah laku yang tidak diinginkan tersebut merupakan hal yang wajar dalam perkembangan, karena semua anak tengah berada dalam proses belajar hidup sebagai makhluk sosial. Namun demikian, orangtua perlu waspada dan melakukan tindakan dini agar tingkah laku negatif anak tidak terlanjur menetap melampaui kewajaran ditinjau dari usia anak.
Sebelum melakukan suatu tindakan terhadap tingkahlaku anak, orangtua perlu lebih memahami situasi yang dihadapi anak. Tingkah laku umumnya tidak akan muncul tanpa sebab atau pemicu. Tingkahlaku dapat merupakan aksi dapat pula merupakan reaksi terhadap suatu hal di sekitar anak.
Karena itu orangtua pun perlu mencermati situasi ketika anak menunjukkan tingkahlaku buruk. Apapun tindakan yang dilakukan dalam pengasuhan dan pendisiplinan, hendaknya didasarkan pada konsep the best interest of the child, bukan untuk orangtua. Kita perlu senantiasa mengingat bahwa tujuan kita membesarkan, mengasuh atau mendisplinkan anak adalah untuk membantu anak belajar hidup sebagai makhluk sosial dan agar anak dapat mengembangkan dirinya sebaik mungkin.
Melalui praktik pengasuhan, orangtua diharapkan dapat mengembangkan anak menjadi makhluk sosial yang mampu menata diri, mengendalikan diri, dan mengarahkan dirinya sendiri tanpa banyak campur tangan oranglain. Tugas yang tidak mudah, memang. Mengingat kebanyakan orangtua melakukan praktik pengasuhan sambil belajar. Salah satu sumber belajar yang dapat dipakai orangtua adalah buku-buku yang berisi panduan mengasuh anak yang praktis, tidak terlalu teoritis, mudah dicerna dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Praktik pengasuhan akan lebih berhasil baik apabila orangtua mengenal anaknya. Sendiri melalui pengamatn dan interaksi sehari-hari. Selain itu, pengalaman menunjukkan bahwa praktik pengasuhan atau pendisiplinan hanya akan berhasil baik apabila dilandasi sikap positif orangtua. Sika positif yang dimaksudkan bahwa dalam proses mendidik anak, orangtua senantiasa menghargai anak, memahami dan menerima anak apa danya, serta memberi dukungan ketika anak membutuhkan Dengan landasan sikap tersebut, orangtua akan memandang anak sebagai sesama manusia yang sedang belajar, bukan sebagai kendala atau kesulitan.
Sikap negatif dan menghukum hanya akan melukai harga diri anak, menumbuhkan kecemasan, ketakutan, rasa bersalah dan rasa tidak percaya diri. Dalam jangka panjang praktik pengasuhan ini akan berdampak negatif bagi kesejahteraan psikologis anak. Mungkin perlu kita simak kata orang bijak, bahwa dari disiplin yang diterapkan melalui kasih sayang akan melahirkan kearifan. Dan Indonesia memerlukan lebih banyak orang arif. Mudah-mudahan buah hati Anda menjadi salah satu di antaranya.

kutipan dari:http://keluargasehat.wordpress.com/category/perilaku-bayi-dan-anak/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar